Favorite Quotations

"Life starts from nothing to something, then becoming someone and finally to be NO ONE because the only One is Allah Swt." _Reza M. Syarief, MA.,M.BA., CMLP_

"Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita ? Sebab, di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada." _Sang Alkemis (Paulo Coelho)_

Tuesday 9 August 2011

What's the right statement ????


Pernyataan apa yang saya maksud disini??? Sebenarnya ini gara2 hari ini saya chat dengan seorang teman, dia mengeluarkan statement "take and give" lalu saya berkata "give and take". Dia heran maksudnya, apa bedanya.

Well, kita bahas sekarang. “take and give” or “give and take” or something else ??? Keduanya memiliki arti yang sama, perbedaannya hanyalah mana yang harus dilakukan terlebih dahulu? Take/menerima atau Give/memberi? Pernahkah kita berpikir bahwa cara kita mengucapkan suatu perkataan akan mempengaruhi bagaimana otak kita menggerakkan seluruh alat indera kita untuk bertindak ? 

Aduh berbelit-belit sekali ya permulaan pembahasan saya ini sepertinya. Baiklah mari kita lihat apa sih yang diakibatkan dari penggunaan bahasa tadi ? 

Take and give person akan menjadi orang yang sangat reaktif terhadap kehidupan. Dia akan bertindak setelah dia menerima terlebih dahulu, hal ini yang seringkali menyebabkan kita selalu berpendapat kenapa saya harus melakukan itu. Tipikal seperti ini akan selalu berpikir dahulu sebelum bertindak apakah saya harus menolongnya atau pernahkah dia berbaik hati dengan saya. Take and give person sangat bergantung terhadap apa yang pernah terjadi dahulu dengan dia baru setelah itu dia akan melakukan aksi reaksi. Pernahkah kita membayangkan bagaimana bila seluruh teman, keluarga, lingkungan dan teman teman kita memiliki pola berpikir seperti ini? Bagaimana mungkin kita bisa mendapatkan support dari orang lain terhadap kehidupan kita, hal ini yang mungkin membuat roda kehidupan menjadi sangat monoton dan lambat serta tidak secepat apa yang seharusnya. 

In the other side, give and take person biasanya adalah orang-orang yang proaktif terhadap kehidupan yang ada. Mereka siap untuk memberikan apa yang bisa mereka lakukan terhadap teman, keluarga dan partner yang ada di sekitarnya, dengan kebiasaan mereka inilah biasanya mereka terbiasa selanjutnya untuk selalu memberi dan lupa untuk meminta. Hal ini bukan kelemahan dari give and take person akan tetapi sebaliknya merupakan kelebihan, karena memberi tanpa mengharapkan menerima suatu imbalan merupakan keikhlasan yang akan meningkatkan kualitas pemberian yang telah kita berikan. Namun di lain sisi yakinlah bahwa semua tindak kebaikan yang telah kita lakukan kepada lingkungan akan kembali kepada kita dengan jalannya sendiri. Yakinlah bahwa tindakan-tindakan yang kita lakukan tadi bagaikan benih yang kita sebar di tanah, yang seiring dengan waktu akan tumbuh, berkembang dan menjadi besar. Dan pada saatnya nanti dia akan menjadi tanaman rimbun yang akan menjadi tempat berteduh kita di kemudian hari. 

Itulah kekuatan dari cara kita memakai kalimat di atas. Jadi ubahlah cara kita untuk melihat dan memahami ungkapan di atas, jadilah orang-orang yang selalu memahami untuk memberi baru kemudian menerima. 

Ingatlah, bila kita sudah mampu untuk selalu memberi kepada orang berarti kita sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi kita sendiri. Hal ini pun sudah menjadi bagian dari ilmu yang dikembangkan oleh Stephen R Covey yang menyatakan : “Anda menang saya menang” dan beliau berkata “Dengan kita bisa memenangkan orang lain berarti kita sudah menang untuk diri kita sendiri, karena orang yang memberi adalah orang orang yang merasa bahwa dia telah dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.” 

Penjelasan diatas juga sebenernya saya dapatkan dari renungan saya dulu.. emm boleh dibilang cukup lama. Bermula dari kata2 teman SMA dulu (sebut saja si A) dia bertanya tentang status temannya (sebut saja si B) : “Penilaian orang lain terhadap kita adalah cermin kualitas sikap kita terhadap mereka” 

Well, kali itu saya rasa tidak ada yang salah dalam kalimat itu, hanya saja setelah saya pikir-pikir agak mendalam, dan dengan melakukan simulasi bagaimana andainya seseorang melempar Statement itu kepada saya.. Maka, saya pikir yang diungkapkan oleh si B itu baru “separo jalan”. Opini ini saya sampaikan kepada si A tadi; ia menuntut penjelasan yang kemudian saya janjikan “nanti” —sebab saya sedang ada acara (yang saya ikuti separo jalan juga).. 

Akhirnya saya merenung, berpikir keras untuk Statement itu. Saya melakukan simulasi beberapa kali di kepala, bagaimana rasanya seandainya ada orang yang mengatakan “penilaian orang lain terhadap kita adalah cermin kualitas sikap kita terhadap mereka”. Kalau orang mengatakan sesuatu kepada kita, wajar jika kita merasa itu ditujukan kepada kita (tentu saja, kecuali bila kalimatnya terang-terangan menyebut nama orang lain). 

Oleh karena itu saya introspeksi. Jadi, “penilaian orang lain” terhadap saya, yang termanifestasi dalam sikap mereka kepada saya… adalah cerminan kualitas sikap saya kepada mereka. Ya, ini wajar. Masuk akal. Saya renung-renungkan, tampaknya beginilah kecenderungan setiap orang; saya, dia, anda… semua menempuh rute ini: kita bersikap pada orang lain sesuai sikap mereka kepada kita. 

Statement “penilaian orang lain terhadap kita adalah cermin kualitas sikap kita terhadap mereka”, kira-kira seperti halnya anda menyatakan kepada saya, “bagaimana anda bersikap, itu akan saya nilai, dan nilai itu mempengaruhi sikap saya kepada anda”. Atau, begitulah kurang lebih. 

Menurut saya, ini muter… Tahu, “muter” artinya apa? Muter is Looping… 

Saya pun demikian. Apa yang saya lakukan adalah apa yang orang sebut sebagai “perilaku saya”. Sementara itu, “perilaku saya” tersebut merupakan cerminan dari “perlakuan anda kepada saya” (yang saya interpretasikan, mostly, sendiri). Kalau (menurut saya) anda bersikap “buruk” kepada saya, nanti sebagai respon saya juga akan bersikap buruk kepada anda; mungkin dalam level yang lebih —that is, “lebih buruk”. Saya menduga, anda sama saja. Maka ini bisa-bisa tidak ada habisnya.

Segala macam hal di dunia ini berpasangan, konon demikian. Interaksi antar kita juga begitu. Maka saat membaca kalimat “penilaian orang lain terhadap kita adalah cermin kualitas sikap kita terhadap mereka”, saran saya, usahakanlah agar melakukan simulasi terhadap kedua belah pihak. Pertama, jika anda yang mengatakan itu kepada seseorang… dan simulasi kedua, bagaimana (rasanya) kalau anda yang kena Statement itu. 

Maksud saya sebenarnya sederhana; intinya, “take and give”. Atau “give and take”. Yang mana saja yang duluan, asal jangan lupa yang satunya. Memangnya itu beda? Yaa, bedanya “cuma” mana yang lebih dulu. 

Beberapa orang punya kebiasaan “take” lebih dulu; dia satu waktu “mengambil” sikap orang lain kepadanya dan menafsirkannya (menurut dia sendiri), kemudian “give” (it back). Saran saya: sesekali jangan ditafsirkan sendiri; “take” juga dari orang ketiga (atau keempat, dan seterusnya). Asal jangan terlalu banyak orang (melihat situasi lah). 

Akhirnya, ada yang sebaliknya; suka atau biasa “give”, baru kemudian “take”. Memerintah ini dan itu, memberi hadiah, menguji orang lain… lalu ambil kesimpulan. Nah, kesimpulan yang diambil ini seringnya suka menurut tafsirannya sendiri pula. 

Saya yakin semua orang melakukan keduanya, hanya saja, “take and give” (atau sebaliknya) ini suka dilakukan dalam rangka kepentingannya sendiri. Argh… muter lagi ke adat kecenderungannya manusia… 

Saya renungkan terus, kata2 si B tersebut sebenarnya tidak juga kalau dikatakan “separo jalan”. Dia itu “separo jalan” jika si manusia yang mengatakannya memang “bermaksud separo jalan”. Saya bilang begini karena setelah membaca kalimat itu, saya membatin: “kalau ada orang bilang begitu kepada saya dengan maksud menyindir (sikap) saya, kira-kira dia tahu nggak ya bahwa sikap saya itu bermula dari sikap dia kepada saya beberapa waktu sebelumnya?” 

Akhirnya pada saat itu saya bergumam semoga saya sendiri ingat untuk berhati-hati dan proporsional… sebelum suatu saat “menonjok” muka seseorang dengan kalimat semacam itu. 

So kesimpulannya, dari memberi, kita akan mendapat sesuatu bahkan lebih dari apa yg kita perkirakan atau bahkan tidak kita harapkan sebelumnya dan bukan cuma sekedar materi. 

Ehm, ada yang menarik dari memberi. Memberi disaat kita memiliki atau berkecukupan adalah hal yg baik. Tapi adalah hal yg luar biasa ketika kita mampu memberi saat kitapun sedang tidak memiliki sesuatu yang lebih. 

Ah, berbelit2 kesimpulan saya. Mari kita coba sobat. 

Seperti apa kata pesan Nabi : “saling memberi hadiahlah kamu maka kamu akan saling menyayangi”. 

Kalo kita diberi hadiah, kita disunnahkan untuk membalasnya dengan yang lebih baik, minimal yang setara. Kalo ga punya apa2 untuk membalasnya, setidaknya balaslah dengan doa.